Fenomena:
Di Indonesia PhD (S3) Bergaji 2.7 juta/bulan: Pulang Naik Angkot
Dia adalah DOKTOR dari Malaysia ,
dengan PRESTASI dua jurnal internasional yg telah dupublis dan accepted dan 1
paper dalam review. Saat ini dia harus mengajar mahasiswa dari D3 sampai S3
untuk mendapatkan tambahan. Inilah Indonesia tercinta, dengan berpangkat
golongan IIIB maka walaupun dia sudah menjadi dosen sejak 2001 (10 tahun),
tetapi karena harus menyelesaikan study s3 hampir kurang dari 6 tahun
membuatnya terperangkap di golongan III B selama 8 tahun dengan gaji pokok 2.7
juta rupiah per bulan.
Seorang teman yang S2
dari Belanda dan S3 dari Jepang dengan sejumlah prestasi publikasi, kemaren
ditolak di salah satu PTN dan akhirnya diterima sebagai POSDOK di NORWEGIA
menghasilkan gaji hingga 50-an juta/bulan. Disisilain seorang temannya satu
angkatan di Malaysia yang menyelesaikan pendidikan doktor pada departemen yang
sama dan adalah seorang dosen di KL, saat kembali ke universitas otomatis
mendapat gaji tambahan dari 3000 ringgit/ (9 juta rupiah) menjadi 5000 ringgit
(15 juta rupiah) ditahun 2009. Ini adalah sebuah penghargaan oleh pemerintah
melalui bidang pendidikan di Malaysia .
Bagaimana dengan Indonesia ?
Teman yang mendapat
pekerjaan di DEPKUE yang masih CPNS dan bergelar S1 otomatis bergaji 8
juta rupiah (2011), demikian juga yang bertitelel D3 dari STAN saat ini bergaji
7-12 juta dengan masa kerja dibawah 10 tahun. Bagaimana kita melihat realita
ini?
Oleh karena itu
kebanyakan teman-teman yang sedang S3 di LN tidak akan segera kembali ke Indonesia karena ingin mengumpulkan modal
sebelum kembali ke Indonesia .
Menjadi POSDOK selama beberapa tahun sebelum kembali ke Indonesia, mereka dapat
bergaji dari 20 hingga 60 juta sebulan tersebar dibelahan dunia ini. Malah sejumlah teman-teman rela melepaskan PNS-nya dan bekerja di
universitas2 di Malaysia dan negara-negara maju lainnya karena rendahnya gaji
dosen di Indonesia.
Sang Doktor yang begaji 2,7 juta itu saat ini harus mengajar 9 matakuliah
yang berlainan, membimbing puluhan mahasiswa S1, S2 dan S3 untuk mendapatkan
tambahan gaji dari honor mengajar dan membimbing. Bagai mana dan dapat dibayangkan
seorang mengajar hingga 9 matakuliah berlainan dan membimbing pulihan
mahasiswa. apakah kualitasnya dapat dipertanggung jawabkan?
Hal seperti ini tentunya akan merugikan kedua belah pihak. institusi
pendidikan dan pengajar tersebut. Hal yang perlu dicermati terhadap
institusi adalah:1. Kualitas pengajaran untuk begitu banyak mata kuliah dari D3
sampai S3. 2. Kualitas bimbingan yang puluhan tersebut apakah akan memenuhi
standar yang dinginkan dan 3. akhirnya mutu dari anak didiknya yang
dirugikan. Dari sudut pendidik maka: Konsentrasi dari seorang dosen akan
semakin tidak terfokus. Disisi lain kesehatannya mungkin saja terganggu. Dan
terakhir yang paling penting adalah waktunya utuk membaca artikel-artikel
terbaru dan melakukan penelitian untuk publikasi di jurnal internasional akan
sangat sempit.
Dengan fokus hanya mengajar dan memnimbing maka kesempatan untuk melakukan
studi dan riset dan publikasi di Jurnal Internasional semakin tidak menarik dan
sulit. Ini merupakan kemunduran secara pribadi dan institusi dimana Jurnal
Internasional adalah salah satu INDIKATOR PENTING KEUNGULAN SEBUAH UNIVERSITAS.
Apa hendak dikata, dengan gaji 2,7 juta dengan tanpa dukungan dari
pemerintah bagi mereka yang baru menyelesaikan DOKTORNYA, mau tidak mau harus
bekerja untuk mengumpulkan uang demi banyak keperluan, apalagi Masak sih
seorang DOKTOR harus naik ANGKOT. Dimana rasa dan nilai-nilai penghargaan
seorang yang berjuang demi ilmu pengetahuan di Indonesia. Di saat ini
menunggu sertifikasi dengan harapan harapam PTNnya mau mengusulkannya segera
untuk mendpatkan gaji 6 juta sebulan mungkin dibutuhkan 2 tahun lebih, dan
untuk menjadi Guru Besar saat ini mungkin dibutuhkan 10 tahun, untuk mendpat
gaji 12juta per bulan.
Saat ini, tak apalah bekerja keras untuk dapat membayar kredit mobil dan
keperluan lainnya demi menjaga HARGA DIRI BANGSA, agar PNS yang bergelar DOKTOR
tidak dicemooh orang… Masak dosen sudah doktor tapi masih naik
anggkot………….siapa yang salah?
Hampir setiap hari Blog
saya ini menerima enquiry “standar gaji dosen swasta Indonesia”. Karena enquiry
ini bertubi-tubi, maka dengan ini saya bukakan saja standar gaji dosen swasta
Indonesia yang saya kutip dari “Universitas X”
HONORARIUM PER SKS
Pendidikan S1 : Asisten
Ahli Rp 50.000; Lektor/Praktisi/6 tahun pengalaman mengajar Rp 75.000
Pendidikan S2 : Asisten
Ahli/sederajat Rp 75.000; Lektor/sederajat Rp 100.000; Lektor Kepala/sederajat
Rp 125.000; Buru Besar Rp 175.000
Pendidikan S3 : Asisten
Ahli/Lektor Rp 125.000; Lektor Kepala/sederajat Rp 150.000; Guru Besar Rp
175.000
HONORARIUM PEMBIMBING
DAN PENGUJI SKRIPSI
Pembimbing skripsi Rp
400.000 per skripsi
Penguji skripsi baik
penguji utama ataupun pembantu penguji Rp 150.000 per mahasiswa peserta ujian
skripsi
UANG TRANSPORTASI
Diberikan sesuai dengan
kebijakan Universitas
CATATAN
Honor dosen tersebut di
lingkungan universitas swasta di Jakarta kurang lebih sama, namun bedanya, ada
universitas yang menetapkan rate tersebut sebelum dipotong pajak (before tax),
ada universitas lainnya yang menetapkan rate tersebut setelah dipotong pajak
(after tax) – dalam hal ini tax telah dibayar oleh universitas yang
bersangkutan..
Jika jumlah kelas cukup
banyak di universitas swasta tersebut, dan dosen mendapat beban sks yang cukup
besar, menurut hitungan kasar saya gaji dosen universitas swasta di Jakarta
(setelah dipotong pajak) adalah berkisar antara Rp 2.000.000 sampai Rp
10.000.000
Berminat jadi dosen ?
Ingat jadi dosen itu selain mendapat imbalan
berupa honorarium juga mendapat kepuasan pribadi karena telah mengamalkan ilmu
kepada sesama, selain itu juga sesuai dan mendukung Tujuan Negara Indonesia
seperti yang termaktub dalam Mukadimmah UUD 1945 yaitu “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”
Hidup dosen !!!