Sabtu, 15 Februari 2020

4 Manfaat Sistem SKS Baru versi Kampus Merdeka

https://edukasi.kompas.com/read/2020/01/26/09300061/mahasiswa-ketahui-5-manfaat-sistem-sks-baru-versi-kampus-merdeka?page=all

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menilai kebijakan Kampus Merdeka dapat mendorong mahasiswa memiliki lebih banyak ilmu dan pengalaman untuk menghadapi masa depan. 

Bila sistem SKS sebelumnya mengharuskan mahasiswa program S1 belajar pada satu program studi (prodi) saja, kini mahasiswa memiliki hak untuk menuntut ilmu di prodi lain selama 1 semester dan melakukan kegiatan di luar kampus selama 2 semester. Nadiem membayangkan lulusan mahasiswa dengan metode belajar hanya di satu prodi akan kesulitan saat menghadapi dunia nyata. "Jadi bagaimana nanti saat dia nyebur di laut terbuka dia bisa survive. Pada saat ini semua perenang-perenang kita itu hanya dilatih satu gaya saja, gaya bebas misalnya dan di kolam renang," kata Nadiem dalam peluncuran program Kampus Merdeka di Gedung D kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020). Baca juga: 4 Alasan Nadiem Makarim Mengeluarkan Kebijakan Kampus Merdeka Padahal, lanjut Nadiem, profesi di era kini tak hanya menuntut kemampuan satu kompetensi saja, melainkan membutuhkan kombinasi dari beberapa disiplin ilmu. Misalnya, profesi sutradara film, mahasiswa memang harus menuntut ilmu dasar di prodi Perfilman, namun membutuhkan skill dari prodi Pemasaran untuk bisa sukses. Begitu juga dengan profesi Pengacara, ilmu dasar Hukum perlu dikombinasikan dengan ilmu dari prodi Akuntansi. Dengan begitu, mahasiswa dilatih untuk belajar beragam disiplin ilmu agar lebih mampu menghadapi persaingan di dunia kerja.
Berikut sejumlah hal yang perlu diketahui mahasiswa seputar perubahan definisi SKS versi Kampus Merdeka: 

1. Ruang belajar lebih luas Selama ini, sistem SKS terbatas pada definisi belajar tatap muka di dalam kelas. Padahal, proses belajar tidak terbatas pada kegiatan di dalam kelas. Dalam skema yang baru, mahasiswa diberikan hak untuk secara sukarela (bisa diambil ataupun tidak) melakukan kegiatan di luar program studi, bahkan di luar perguruan tinggi yang dapat diperhitungkan dalam SKS. Harapannya, mahasiswa dapat memiliki kebebasan menentukan rangkaian pembelajaran, sehingga tercipta budaya belajar yang mandiri, lintas disiplin, dan mendapatkan pengetahuan serta pengalaman yang berharga untuk diterapkan. Proses pelaksanaan penghitungan SKS sendiri akan dibebaskan kepada setiap perguruan tinggi. Perguruan tinggi wajib memberikan hak kepada mahasiswanya untuk secara sukarela mengambil SKS di luar program studi dan di luar perguruan tingginya. 

2. Lebih banyak prodi Program Kampus Merdeka memberikan otonomi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS) untuk melakukan pembukaan atau pendirian program studi (prodi) baru. Mahasiswa memiliki kesempatan lebih luas untuk memilih jurusan yang lebih mutakhir dan sesuai dengan kebutuhan pengetahuan dan keterampilan di masa mendatang, serta kebebasan untuk memilih mata kuliah yang sesuai dengan pengembangan kapasitasnya. Selain itu, mahasiswa akan memperoleh materi dan proses pembelajaran yang lebih berkualitas dengan berkurangnya beban administrasi dosen. 

3. Hak lintas jurusan SKS yang diambil mahasiswa di program studinya maksimal sebanyak 5 semester dari total 8 semester. Baca juga: Kampus Merdeka, Nadiem Ibaratkan Belajar di Luar Prodi seperti Belajar di Laut Lepas Sisanya mahasiswa berhak memiliki pilihan untuk mengambil 2 semester (setara 40 SKS) di luar perguruan tingginya dan 1 semester (20 SKS) di luar program studinya di perguruan tinggi yang sama. Hak ini bersifat sukarela dan tidak diwajibkan kepada mahasiswa untuk menggunakan tiga semester pilihan tersebut. 

4. Kegiatan didukung kampus Perguruan tinggi harus terbuka dalam berkolaborasi dan berinteraksi dengan sesama penyelenggara pendidikan maupun pihak ketiga (dunia usaha, dunia industri, organisasi nonprofit, dll) untuk memperluas konten pembelajaran. Sehingga perlu menciptakan dan menggunakan platform bersama untuk pendokumentasian proses tersebut. Untuk saat ini, kebijakan tersebut baru berlaku untuk program S1 dan politeknik. Namun, perubahan SKS tidak berlaku untuk bidang ilmu S1 Kesehatan. 


Rabu, 06 Juni 2018

Senin, 27 Februari 2017

Apa Menariknya Punya Gelar Doktor?

http://lukito.staff.ugm.ac.id/2013/02/26/apa-menariknya-punya-gelar-doktor/
Jika pertanyaan tersebut diajukan kepada saya, maka jawabannya sederhana saja: memenuhi harapan bapak. Dulu bapak saya pernah mengatakan,”Kalau serius mau jadi dosen, ya harus sekolah sampai doktor”. Apa alasan persisnya, bapakpun mungkin juga tidak tahu. Tiap orang punya jawaban yang berbeda. Spektrumnyapun bisa bervariasi, dari jawaban yang iseng sampai yang sangat serius dan ilmiah. Meskipun mungkin menarik untuk membahas jawaban-jawaban tersebut, tapi Bab ini tidak akan membicarakan tentang hal itu. Bab ini justru akan mengupas tentang hal-hal yang “berat” dari gelar doktor. Maksudnya bukan untuk mengecilkan semangat bagi mereka yang akan berusaha meraihnya, tapi lebih pada meletakkan gelar tersebut pada posisi dan peran yang sesuai, agar siapapun yang memiliki gelar ini bisa memberikan kontribusinya secara maksimal.
Saat ini gelar doktor memang sedang menjadi primadona. Sesuatu yang sexy, kata orang, sehingga banyak diburu. Siapa saja yang gencar memburu gelar ini? Mengapa mereka melakukannya?
Pemburu gelar doktor yang paling antusias tentu saja adalah orang-orang yang bekerja di dunia akademik dan riset. Bagi para dosen di perguruan tinggi dan peneliti di lembaga-lembaga riset, gelar doktor adalah tujuan formal yang paling tinggi dalam jenjang pendidikan akademik yang mungkin mereka tempuh. Bagi para insan akademik, derajad doktor tidak hanya dilihat sebagai atribut yang bersifat eksternal (seperti sebutan “haji” misalnya), tetapi lebih merupakan tuntutan yang melekat pada profesi pendidik itu sendiri. Tidak ada dosen yang tidak ingin meraih gelar doktor, karena pencapaian itu merupakan bagian dari tugas pekerjaan sebagai dosen. Apalagi perguruan tinggi sendiri menawarkan jenjang ini sebagai salah satu core businessnya (seperti disebutkan dalam Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 1999).
Selain itu, pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan bahwa yang berhak mengajar pada program magister (S2) dan doktor (S3) adalah mereka yang memiliki gelar S3. Syarat formal ini membuat para dosen di perguruan tinggi yang memiliki program S2 dan S3 semakin berkeinginan untuk meraih gelar akademik tertinggi ini.
Selain itu, diakui atau tidak, di lingkungan kampus atau lembaga riset masih ada budaya tak tertulis tentang perbedaan perlakuan atau pandangan berdasarkan status akademik. Pemegang gelar S3 mendapatkan hak atau privilege dalam berbagai bentuk, yang tidak bisa dinikmati oleh mereka yang “hanya” memiliki gelar S2 atau S1. Contohnya, akhir-akhir ini mulai muncul beberapa iklan di media massa untuk mencari kandidat pejabat perguruan tinggi (dekan atau rektor). Dalam persyaratannya hampir semua mencari calon yang bergelar doktor. Di tempat kerja saya, bahkan syarat untuk menjadi ketua jurusanpun salah satunya adalah memiliki gelar S3. Apakah benar seorang doktor selalu lebih mumpuni dalam hal pengelolaan institusi pendidikan tinggi dibandingkan seorang master atau sarjana? Apakah persyaratan tersebut lebih bertujuan untuk menjaga image branding, tidak ada yang tahu jawaban pastinya.
Pada tataran yang lebih informal, masih juga banyak dijumpai budaya “look who’s talking”. Kalau ada orang berpendapat, dilihat dulu siapa dia. Pendapat dari seorang doktor pada umumnya lebih diperhatikan daripada pendapat orang yang bukan doktor (kecuali untuk kasus-kasus tertentu yang memang eksepsional). Wajarlah jika fenomena semacam ini juga memicu orang untuk meraih derajad akademik tertinggi ini.
Tentu saja banyak orang yang dimotivasi oleh karakteristik dari program doktor itu sendiri. Salah satu kriteria lulus doktor adalah penelitiannya memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Agar bisa memberikan kontribusi yang signifikan, riset S3 harus mengandung orisinalitas. Orisinalitas berarti berada di sisi paling depan dalam topik yang ditelitinya. Orang sering mengatakan bahwa seorang doktor adalah orang yang paling tahu/mengerti tentang topik risetnya. Perasaan “berada di ujung depan” ini sering menjadi motivasi internal yang dahsyat bagi seorang mahasiswa S3. Baginya, kondisi ini menjadi pendorong untuk senantiasa berkarya mengembangkan bidang ilmunya dengan melakukan riset-riset dan mempublikasikan hasilnya, tidak hanya selama ia belajar, tetapi bahkan setelah selesai studinya.
Ada juga yang bersemangat sekolah S3 karena tertarik dengan prosesnya. Belajar pada jenjang S3 tidak seperti belajar pada jenjang yang lebih rendah. Ada tuntutan untuk bisa mandiri dalam menjalankan risetnya, selain ketrampilan dalam mengeksplorasi unknown areas dan menemukan  hal-hal menarik yang bisa dikontribusikan. Bagi seorang yang punya jiwa ilmuwan, perjalanan intelektual ini sangat menantang karena dapat memberikan penghargaan yang sesuai dengan jiwanya: kepuasan batin karena bisa menemukan hal-hal baru yang bermanfaat.
Popularitas gelar doktor juga meningkat di kalangan non-akademik. Dalam beberapa tahun terakhir ini cukup banyak orang-orang yang dikenal berkarya di bidang non-akademik juga tertarik mendapatkan gelar doktor. Pejabat pemerintah, direksi BUMN, pebisnis, sampai ke politisi dan pengurus partai politik juga tertarik menceburkan diri dalam arus ini. Belum ada yang meneliti secara ilmiah tentang fenomena ini, tetapi analisis sederhana tentang penyebabnya adalah sifat masyarakat Indonesia yang gemar terhadap simbol-simbol sosial. Doktor adalah simbol kepandaian dan intelektualitas. Doktor juga sedikit banyak mencerminkan status ekonomi yang cukup tinggi, karena biaya pendidikannya cukup mahal. Singkat kata, doktor adalah merk (brand) yang bernilai tinggi. Dengan gelar ini, si pemegang berharap bisa mendapatkan penghargaan sosial yang tinggi dari lingkungannya. Suka atau tidak, inilah kenyataan yang berkembang di sebagian masyarakat Indonesia.
Tapi apa yang sebenarnya diharapkan dari seorang doktor? Apakah benar doktor hanya berhenti sebatas status sosial saja? Mestinya tidak, karena nilai tinggi dari sebuah image selalu muncul dari substansi yang memang berkualitas.

Harapan Bagi Seorang Doktor

Tentang tanggung jawab moral bagi seseorang yang telah menyandang gelar doktor, saya jadi teringat film Spiderman. Dalam film ini, paman Ben mengatakan kepada Peter Parker,”With great power, comes great responsibility” (Sony Pictures, 2009). Ungkapan tersebut berlaku juga bagi seorang doktor, yang dengan gelar itu ia punya posisi terhormat. Sayangnya banyak yang lupa atau bahkan tidak memahami tentang tanggung jawab moral yang mengikutinya, sehingga kontribusi dan karyanya berhenti setelah gelar S3 diperoleh. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa ketidaktahuan tentang hal ini kemudian berimplikasi pada proses studi yang tidak berjalan secara semestinya.
Ada oknum-oknum yang tergiur menempuh jalan pintas yang menyesatkan: tidak mau bersusah payah menempuh proses riset S3. Hukum ekonomipun berlaku: jika ada permintaan, maka ada penawaran. Muncullah kasus jual-beli ijazah. Perguruan-perguruan tinggi “papan nama” muncul dengan tawaran program doktor instan, hanya dengan “kuliah” sekian bulan dan membayar sekian Rupiah atau Dollar, ijazahpun bisa digenggam. Perlu dicatat bahwa beberapa perguruan-perguruan tinggi bodong semacam ini justru berlokasi di negara-negara maju.
Modus jalan pintas yang lain adalah dengan memanfaatkan biro-biro jasa pembuatan disertasi. Di kota-kota basis pendidikan di Indonesia banyak sekali usaha-usaha biro jasa semacam ini. Iklannya bertebaran di mana-mana, dari koran, Internet, sampai kertas lusuh yang di-laminating dan ditempel di pohon. Oknum yang bersangkutan bisa saja resmi terdaftar sebagai mahasiswa S3 di sebuah perguruan tinggi, tetapi dia mengabaikan tahapan-tahapan riset yang menjadi roh studi S3 itu sendiri. Dengan bantuan sebuah biro jasa, mulai pemilihan topik sampai dengan penulisan naskah disertasinya direkayasa sedemikian rupa sehingga kelihatan seolah-olah asli. Dia sibuk merekayasa proses, bukan menjalani prosesnya.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, seorang doktor berdiri di ujung horison perkembangan ilmu di bidangnya. Dia berada di tip of the edge, sehingga tugasnya setelah menyelesaikan studi doktoralnya adalah melanjutkan pengembangan ilmu di bidang tersebut. Berdasarkan penelitian yang telah ia lakukan selama studi, ia mengeksplorasi daerah-daerah baru yang belum terjamah dengan riset-riset lanjutan. Hasilnya dikontribusikan dalam bentuk tulisan ilmiah atau aplikasi-aplikasi nyata, dan siklus ini berlanjut terus. Dengan cara inilah ilmu pengetahuan bisa berkembang, dan peran seorang doktor adalah menjadi ujung tombak dalam usaha ini.
Memang harus diakui bahwa peran di atas sangatlah ideal, dan banyak doktor di Indonesia tidak mampu menjalankannya karena berbagai sebab. Seorang doktor baru, terutama yang berasal dari luar negeri, biasanya memiliki semangat besar dalam menjalankan peran barunya itu. Sayangnya begitu pulang ke tempat kerjanya di Indonesia, lingkungannya tidak mampu mendukung harapan yang tinggi tersebut. Banyak yang kemudian menjadi frustrasi dan akhirnya mencari jalan keluar yang jauh dari cita-cita ideal tersebut.
Meskipun peran ideal jarang yang bisa dipenuhi secara konsisten, tetap saja seorang doktor adalah manusia yang dikaruniai intelektualitas tinggi. Dengan segala keterbatasan yang ada, ia mestinya mampu mencari peluang di mana ia bisa berkontribusi melalui kapasitas intelektualnya yang tinggi tersebut. Di perguruan tinggi atau lembaga riset, ia tetap bisa berkarya, meskipun mungkin jenis risetnya tidak sama seperti saat ini bersekolah di luar negeri. Banyak problem nyata di masyarakat yang perlu dicari solusinya, dan beberapa persoalan memiliki kompleksitas yang tinggi sehingga memerlukan kapabilitas yang istimewa juga. Seorang doktor memiliki bekal dasar untuk menangani hal semacam ini, dan ini membuka peluang baginya untuk bisa berkontribusi menjalankan perannya.
Seorang doktor adalah orang yang terlatih dalam melakukan riset secara mandiri. Riset adalah sebuah aktivitas yang mengeksplorasi intelektualitas manusia untuk mencari jawaban atas persoalan yang dihadapi. Riset dilakukan menuruti prinsip dan kaidah ilmiah universal seperti berpikir secara runtut dan argumentatif, menjunjung tinggi obyektivitas dan kejujuran ilmiah, serta rendah hati dalam mengakui karya-karya orang lain yang berpengaruh atau terkait dengan risetnya. Kompetensi inilah yang dituntut dari seorang doktor, di manapun ia bekerja. Singkat kata, seorang doktor mungkin tidak bisa mempertahankan posisi leading edgenya dalam pengembangan ilmu pengetahuan karena berbagai sebab, tetapi ia tetap dituntut untuk bisa menghasilkan pemikiran-pemikiran yang bernas, obyektif, dan orisinil dalam profesinya.

Devaluasi Gelar Doktor

Tidak bisa dipungkiri bahwa motivasi seseorang untuk meraih gelar doktor adalah untuk meningkatkan kondisi sosial ekonominya. Banyak yang menganggap gelar doktor sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan mencapai tujuan tersebut, bukan karena kompetensi atau kapabilitas yang ditawarkannya, tapi lebih karena persepsi terhadap nilai gelar tersebut.
Berbicara tentang persepsi terhadap nilai gelar, ada fenomena menarik tentang persepsi masyarakat terhadap gelar akademik, khususnya pada jenjang magister atau S2. Sampai pertengahan tahun 90an, gelar S2 masih dianggap bernilai tinggi karena belum terlalu banyak orang yang memegangnya. Kondisi berubah mulai sekitar menjelang tahun 2000 saat Indonesia diterjang krisis moneter. Banyak lulusan baru S1 dan mereka yang kehilangan pekerjaan berbondong-bondong mengikuti program S2 untuk meningkatkan daya tawar mereka. Akibatnya sejak itu produksi lulusan S2 menjadi melimpah, mengisi berbagai posisi pekerjaan. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 yang mensyaratkan seorang dosen harus bergelar minimal S2 untuk bisa mengajar di program S1 semakin mendorong dosen untuk menempuh studi pascasarjananya.
Seiring dengan bertambahnya jumlah lulusan S2, nilai persepsional terhadap gelar S2 akan menurun. Gelar master bukanlah sesuatu yang luar biasa. Bagi para pemegang gelar S2, kondisi ini mengakibatkan kompetisi yang semakin ketat di antara mereka. Mereka saling berkompetisi untuk mendapatkan pekerjaan, pengakuan (recognition), dan hak-hak khusus (privilege) yang melekat pada gelar tersebut. Gelar S2 bukanlah merupakan competitive advantage bagi pemegangnya, dan mereka harus mencari faktor-faktor lain untuk bisa memenangkan persaingan.
Kondisi yang serupa diramalkan akan terjadi pada lulusan S3 dalam waktu yang tidak terlalu lama. Seiring dengan naiknya popularitas program S3, jumlah mahasiswanyapun meningkat, dan dalam beberapa tahun kedepan, jumlah lulusan S3 juga akan bertambah. Mirip dengan fenomena yang terjadi dengan gelar S2, nilai persepsional terhadap gelar doktor akan menurun, dan gelar S3 bukanlah faktor yang menentukan dalam memenangkan kompetisi.
“Medan peperangan” bagi para doktor pada masa mendatang terletak pada seberapa jauh mereka bisa hadir dan berkontribusi di lingkungannya masing-masing. Di pergaulan akademik internasional misalnya, eksistensi seorang doktor ditentukan oleh publikasi internasionalnya atau keterlibatannya dalam berbagai kerjasama ilmiah internasional. Ada pepatah barat yang mengatakan: publish or perish. Ungkapan yang ditujukan kepada para ilmuwan ini mematok publikasi sebagai syarat eksistensi mereka.
Di lingkup lokal, kompetisi juga tidak kalah serunya. Banyak ceruk-ceruk  yang menyediakan kesempatan untuk berkontribusi dan berprestasi, tetapi banyak juga pemain yang masuk ke sana. Jurnal-jurnal dan seminar-seminar nasional, hibah-hibah riset nasional, tawaran-tawaran sebagai konsultan, sampai ke jabatan-jabatan di lingkungan pemerintahan adalah beberapa contoh battlefield bagi para doktor kita kelak.
Pertanyaannya kemudian adalah: jika gelar doktor sendiri sudah bukan lagi faktor dominan penentu kesuksesan, lalu bagaimana caranya untuk bisa survive dan berkembang?
Buku ini tidak akan menjawab pertanyaan tersebut secara spesifik, tetapi nampaknya ada satu trend menarik tentang requirements SDM pada masa yang akan datang. Daya saing seseorang akan lebih ditentukan oleh kualitas personal yang bersangkutan, bukan oleh atribut-atributnya. Banyak ahli SDM yang mencoba mengidentifikasi penentu kualitas personal, dan semuanya mengarah ke faktor-faktor seperti adaptabilitas, komitmen, semangat (passion), tidak mudah menyerah, dan fokus (Baker, 2006)(Scarborough, —)(Inglish, 2009).
Kriteria yang sama juga berlaku untuk para doktor. Tanpa kualitas personal seperti yang disebutkan di atas, mustahil untuk memenangkan persaingan. Jika hal ini terjadi, harapan yang telah lama dipupuk, serta usaha dan biaya yang telah dikeluarkan bisa menjadi sia-sia.

Jumat, 29 April 2016

MASYAALLAH.. INILAH IMUNISASI SYARIAH ALA RASULULLAH; MURAH, SEHAT DAN BERKAH..


Kepada Saudara ku sesama Muslim, Sampai saat ini masih banyak Saudara kita sesama kaum Muslim yang belum mengetahui dan menerapkan metode ‘imunisasi’ sesuai tuntunan Islam. Padahal sejak dini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkan “tahnik” sebagai metode imunisasi yang sesungguhnya dengan mengandalkan kurma sebagai media utama.

Dengan demikian, Islam tidak pernah mengajarkan bahkan melarang penggunaan bahan-bahan berbahaya, haram, najis dan subhat untuk dikonsumsi; pengobatan maupun dimasukkan (disuntikkan) lewat pembuluh darah. Dan di zaman sekarang, imunisasi/vaksin beberapa diantaranya banyak mengandung bahan-bahan HARAM, dan zat berbahya.

Imam Bukhori meriwayatkan dari Abu Musa radhiallahu ‘anhu, beliau berkata;
“(Suatu saat) aku memiliki anak yang baru lahir, kemudian aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau memberi nama padanya dan ia men-tahnik dengan sebutir kurma.”
MuslimNetizen.com
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau berkata;
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan anak kecil, lalu beliau mendo'akan mereka dan men-tahnik mereka.”

An Nawawi menyebutkan dua Hadits di atas dalam Shahih Muslim;
“Dianjurkan men-tahnik bayi yang baru lahir, bayi tersebut dibawa ke orang shaleh untuk di-tahnik. Juga dibolehkan memberi nama pada hari kelahiran. Dianjurkan memberi nama bayi dengan Abdullah, Ibrahim dan nama-nama Nabi lainnya.”
MuslimNetizen.com
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
“Kurma itu menghilangkan penyakit dan tidak membawa penyakit, ia berasal dari Surga dan di dalamnya terdapat obat.”

Sa’ad radhiallahu ‘anhu mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
“Barangsiapa memakan 7 buah kurma ajwa di pagi hari, maka racun dan sihir tidak membahayakannya pada hari itu.” [HR Bukhari & Muslim]
MuslimNetizen.com
Salamah binti Qais radhiallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
“Berikanlah kurma kepada wanita yang akan melahirkan, agar anaknya menjadi murah hati, itu adalah makanan Maryam saat akan melahirkan Isa. Jika Allah mengetahui ada yang lebih baik dari itu, tentu Dia telah memberikannya.”

Dalam riwayat lain dari Imam Bukari; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk para istri-istri kamu yang sedang hamil untuk makan buah kurma, niscaya anak yang akan lahir kelak akan menjadi anak yang penyabar, bersopan santun serta cerdas.

Imam Bukhari juga meriwayatkan bahwa Abu Musa radhiallahu ‘anhu berkata;
“Seorang anakku lahir, akupun membawanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau menamainya Ibrahim, beliau melolohkan dengan sebutir kurma, memohon berkah baginya lalu menyerahkannya kepadaku.”

Imam Bukhari dalam Shahih-nya men-takhrij Hadits dari Asma’ binti Abu Bakar radhiallahu ‘anha.
Dari Asma’ binti Abu Bakar radhiallahu ‘anha. bahwa dirinya ketika sedang mengandung Abdullah ibn Zubair di Mekkah mengatakan; “Saya keluar dan aku sempurna hamilku 9 bulan, lalu aku datang ke Madinah, aku turun di Quba’ dan aku melahirkan di sana, lalu aku pun mendatangi Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, maka beliau menaruh Abdullah ibn Zubair di dalam kamarnya, lalu beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam meminta kurma lalu mengunyahnya, kemudian beliau memasukkan kurma yang sudah lumat itu ke dalam mulut Abdullah ibn Zubair. Dan itu adalah makanan yang pertama kali masuk ke mulutnya melalui Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau men-tahnik-nya, lalu beliau pun mendo’akannya dan mendo'akan keberkahan kepadanya.”

SUBHANALLAH... Hikmah dari Hadits di atas sangatlah bagus dan patut kita yakini serta terapkan, selain dari sisi konten kurma yang sangat besar kandungan gizinya dan manfaatnya untuk menjaga kesehatan serta obat. Ternyata buah kurma memiliki hikmah lain yang sangat special bilamana sejak awal diberikan pada bayi yang baru lahir (tahnik).

Disinilah perlunya kita ketahui makna dan manfaat Tahnik yang diajarkan Islam melalui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tahnik adalah memberikan kurma yang telah dilembutkan oleh orang tuanya dengan menggerak-gerakkan dari kiri ke kanan sampai merata di langit-langit mulut bayi dengan lembut seraya berdoa dan berdzikir.MuslimNetizen.com

Memasukkan kurma ke dalam mulut bayi adalah sebuah hal menakjubkan terdapat manfaat kesehatan yang besar.
Terbukti buah kurma mengandung unsur-unsur penting yang dapat melindungi bayi dari penyakit dan memperkuat daya tahan tubuh.

Kurma juga berkhasiat melindungi dan membentengi anak sepanjang hidupnya, terlebih dari itu hikmah melolohkan (memasukkan) kurma ke dalam mulut bayi berguna untuk menguatkan syaraf-syaraf mulut bayi dan gerakan lisan beserta tenggorokan dan dua tulang rahang bawah dengan jilatan sehingga anak siap untuk menghisap air susu ibunya dengan kuat dan alami.
MuslimNetizen.com
Kurma yang diberikan bayi dengan proses pelumatan ataupun pengunyahan dari mulut kedua orang tuanya juga mengandung makna yang special dalam menjalin ikatan batin kepada anaknya. melalui air liur kedua orang tuanya akan mengikat hati bayi dengan cinta mereka dan mengalirkan kepadanya fitrah Islam mereka yang suci.

Anak akan tumbuh dengan baik dan bersih dan juga dapat merasakan manisnya iman,
sebagaimana manisnya buah kurma yang bercampur air liur, yang bersamaan lidah selalu dibasahi dengan dzikir kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Melolohkan (memasukkan) kurma ke dalam mulut bayi adalah sebuah Ritus yang dapat menanamkan dalam jiwa kedua orang tua kasih sayang yang tulus kepada anak-anak mereka, sehingga keluarga Muslim ini akan hidup dalam keharmonisan, kedamaian dan cinta kasih.
MuslimNetizen.com
Bayi dilahirkan dalam keadaan kekurangan glukosa. Bahkan apabila tubuhnya menguning, maka bayi tersebut dipastikan membutuhkan glukosa dalam keadaan yang cukup untuknya. Bobot bayi saat lahir juga mempengaruhi kandungan glukosa dalam tubuhnya.

Pada kasus bayi prematur yang beratnya kurang dari 2,5 kg, maka kandungan zat gulanya sangat kecil sekali, dimana pada sebagian kasus malah kurang dari 20 mg/100 ml darah.

Adapun anak yang lahir dengan berat badan di atas 2,5 kg maka kadar gula dalam darahnya biasanya di atas 30 mg/100 ml. Kadar semacam ini berarti merupakan keadaan bahaya dalam ukuran kadar gula dalam darah.MuslimNetizen.com

Hal ini bisa menyebabkan terjadinya berbagai penyakit, seperti bayi menolak untuk menyusui, otot-otot bayi melemas, aktivitas pernafasan terganggu dan kulit bayi menjadi kebiruan, kontraksi atau kejang-kejang.
MuslimNetizen.com
Terkadang bisa juga menyebabkan sejumlah penyakit yang berbahaya dan lama, seperti insomnia, lemah otak, gangguan syaraf, gangguan pendengaran, salah satu penglihatan atau keduanya.

Apabila hal-hal di atas tidak segera ditanggulangi atau diobati maka dikhawatirkan bisa menyebabkan kematian. Padahal obat untuk itu adalah sangat mudah, yaitu memberikan zat gula yang berbentuk glukosa melalui infus, baik lewat mulut, maupun pembuluh darah.

Mayoritas atau bahkan semua bayi membutuhkan zat gula dalam bentuk glukosa seketika setelah lahir, maka memberikan kurma yang sudah dilumat bisa menjauhkan sang bayi dari kekurangan kadar gula yang berlipat-lipat.
MuslimNetizen.com
Disunnahkannya tahnik kepada bayi adalah obat sekaligus tindakan preventif yang memiliki fungsi penting, dan ini adalah mukjizat keNabian Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam secara medis dimana sejarah kemanusiaan tidak pernah mengetahui hal itu sebelumnya, bahkan kini manusia tahu bahayanya kekurangan kadar glukosa dalam darah bayi.

Kandungan Nutrisi, Mineral dan Vitamin dalam Kurma

MuslimNetizen.com
Manfaat Buah Kurma Untuk Kesehatan
Menguatkan imunitas tubuh
Mencerdaskan otak
Meningkatkan daya tahan (antibodi)
Meningkatkan Hemoglobin (baik untuk penderita animea)
Meningkatkan jumlah trombosit
Sebagai multivitamin
Anti bakteri dan virus
Baik untuk masa pertumbuhan
Mengatur kepadatan tulang
Meningkatkan nafsu makan
Memelihara ketajaman mata dan pendengaran
Menenangkan dan menguatkan syaraf
Menstabilkan kejiwaan anak
Melancarkan pencernaan
Mengobati cacingan
Mengobati panas (demam), flu, batuk
Menghaluskan kulit
MuslimNetizen.com
Solusi Bagi Mereka yang terlanjur memberikan vaksin & imunisasi pada anak-anaknya

1. Perbanyak istighfar
Karena kewajiban selaku orangtua dituntut dan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam hal memberi nama pada anak, bersikap adil dalam memberikan kasih sayang, memeberikan nafkah dari rezeki dan barang yang halal serta pendidikan moralnya.

Dalam Surat Al-Baqarah : 168 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman;
“Hai sekalian manusia makanlah yang halal dan baik apa yang ada di bumi, dan jangan mengikuti langkah-langkah Syetan karena sesungguhnya Syetan adalah musuh yang nyata bagimu.”
Dalam Surat Al-Baqarah : 173 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman;

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang (yang ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ”
MuslimNetizen.com
2. Berdo'a kepada Allah SWT  dengan tujuan memohon ampun atas dosa-dosa
Memohon petunjuk, ketetapan iman dan dilindungi dari gangguan dan kebodohan orang-orang kafir. Doanya ada dalam Surat Al-Baqarah : 201 yakni;
“Ya Tuhan kami, berikanlah kami kebaikan di Dunia dan di Akhirat dan peliharalah kami dari siksa Neraka.”
Juga ada dalam Surat Ali-Imran : 147 yakni;
“Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebihan dalam urusan kami. Dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir.”
MuslimNetizen.com
3. Untuk membantu mengeluarkan unsur racun dari imunisasi/vaksinasi sekaligus meningkatkan antibodi-nya Yaitu dengan memberikan al-Habbatus Sauda (jintan hitam), madu, kurma, zaitun dan air kelapa.

4. Selalu mendo'akan anak-anak dengan Do'a yang diSyari'atkan Rasulullah SAW
“Rabbana hablana min azwajina wa min dzurriyatina qurrota a’yunin waj’alna lil muttaqiina imama.”
MuslimNetizen.com
Demikianlah cara imunisasi yang telah dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara Tahnik. Semoga bermanfaat. Wallahu‘Alam Bishawab.
MuslimNetizen.com

sumber : seputarduniaislam.com

SUMBER :http://www.rindumekkah.com/2016/04/masyaallah-inilah-imunisasi-syariah-ala.html

Selasa, 22 September 2015

SINGKONG MANGGU AKAN HIJAUKAN LAHAN KRITIS

SINGKONG MANGGU AKAN HIJAUKAN LAHAN KRITISPDFCetakSurel
Selasa, 03 Desember 2013 01:56
SOLOK, HALUAN - Koperasi 3 Pilar yang menjadi wadah perekonomian bagi Kelompok Tani (Keltan) Lakuak Saiyo, Nagari Bukit Kanduang Kecamatan X Koto Diatas, memprakarsai budidaya singkong manggu (cassava) di atas lahan seluas 5 hektar.
Dengan budidaya singkong yang merupakan varietas baru itu, masya­rakat setempat berharap akan mampu menggerakkan sumber perekonomian sekaligus pemanfataan lahan kritis di kawasan itu.
Guna menyemangati aktivitas keltan tersebut, Bupati Syamsu Rahim berkenan melakukan penananam perdana singkong manggu  di hadapan Wakil Ketua DPRD Ir. Edi Sumanto, Camat X Koto Diatas Azzizurahman dan Wali Nagari Bukit Kandung, Selasa (26/11).
Menyambut semangat warga se­tempat, Bupati Syamsu Rahim berharap akan semakin meningkatkan taraf hidup masyarakat, terutama anggota Keltan Lakuak Saiyo.
Momentum penanaman singkong manggu ini dapat diharapkan menum­buhkan perekonomian yang baik. Di balik itu, masyarakat juga telah berusaha mengelola lahan-lahan yang selama ini cenderung tidak produktif dengan usaha yang bernilai ekonomi.
“Kalau harga jual singkong lebih baik, tentunya akan meningkatkan pendapatan bagi keluarga,” papar Syamsu Rahim.
Sebagai pemrakarsa penana­man singkong manggu, bupati menyarankan agar areal tanamnya diperluas  atau bahkan dikembangkan di nagari tetangga seperti Sulit Air dan Pasilihan. Syamsu Rahim menyampaikan hal itu karena banyak lahan yang masih belum tergarap dengan maksimal. Dengan menggugah warga lain untuk melakukan budidaya singkong ini, tentunya akan memberi manfaat bagi masyarakat semua.
Namun demikian, karena da­un singkong ini tidak dapat dimanfaatkan  oleh manusia, anggota Koperasi 3 Pilar yang notabene adalah anggota Keltan diharapkan bisa melakukan  pengawasan  ekstra, agar tidak terjadi  sesuatu hal hal yang tidak diinginkan.
“Bila ada  masyarakat yang lupa atau tidak mengetahui sama sekali bahaya mengonsumsi daun  singkong manggu, anggota Keltan  Lakuak Saiyo, wajib mengingatkan. Jangan malah diabaikan. Bahkan kalau perlu terus dilakukan sosialisasi tentang ini,” tutur Syamsu Rahim.
Terkait singkong itu sen­diri,  Mardialis selaku Ketua Koperasi 3 Pilar Nagari Bukit Kandung, menjelaskan, asal-usul tanaman singkong itu berasal dari Kalimantan.  Singkong ini merupakan hasil kawin silang, sehingga menghasilkan varietas yang tidak disukai oleh hama babi, lantaran  mengandung semacam racun sianida. Singkong ini bahkan menghasilkan  bau yang tidak disukai babi, termasuk  daun dan batangnya.
“Masa panen singkong ini  selama 11 bulan. Tahap awal ini rencananya dibudidayakan dalam areal seluas 5 hektar,” papar Mardialis yang mengaku optimis budidaya singkong manggu dapat meningkatkan taraf hidup anggotanya. (h/cw-ndi)

Kamis, 19 Maret 2015

Beda Cara Berpikir S1 (Sarjana), S2 (Master) dan S3 (Doktor

http://www.elektranews.com/elektra/m-article-2013-02-10/beda-cara-berpikir-s1-s2-s3.html

Beda lulusan S1, S2 dan S3 adalah cara berpikirnya yang berbeda. Sayang sekali jika anda mengeluarkan uang dan membuang waktu untuk belajar tanpa mampu mengukur dan mengetahui apa yang sebenarnya anda didapatkan di bangku perguruan tinggi.


S1 / Sarjana.

Saat anda menempuh pelajaran di untuk meraih gelar di strata 1, anda membangun landasan (dasar-dasar) akademis dan pengenalan terhadap jurusan / bidang study anda. Karena itu di semester-semester awal anda diwajibkan mengambil General Education (untuk yang belajar di Amerika), atau ilmu-ilmu dasar (untuk yang sekolah di Indonesia). Misalnya Matematika dasar, Ilmu Alam dasar, Dasar-dasar Ilmu sosial, Filosofi dan Kewiraan (mungkin yang ini sudah tidak ada sekarang), dan sebagainya. Anda belajar untuk menjadi seorang intelektual, bagaimana berpikir dari sisi keilmuan dan akademis. Kemudian di semester-semester lanjut (Sophomore, Junior dan Senior untuk di AS, semester 3-akhir untuk di Indonesia), anda belajar mengenai jurusan anda. Mulai dari tidak tahu, menjadi tahu. Misalnya, jika jurusannya teknik elektro, tadinya saat lulus SMA tidak tahu sama sekali mengenai generator, trafo, motor, jaringan transmisi dan distribusi, sistem-sistimnya, kini menjadi tahu. Demikian juga untuk ilmu lainnya. Bedanya dengan D3, adalah D3 lebih jalur cepat, langsung ke praktisnya, banyak ilmu2 pengenalan akademis tidak diajarkan di D3, karena D3 ditujukan untuk langsung praktek. Cara berpikir sistematis lebih dimiliki lulusan S1 dibanding dengan lulusan D3.

Di pendidikan sarjana ada pembuatan skripsi yang bertujuan untuk membentuk pola berpikir sistematis : Pendahuluan, latar belakang, permasalahan, metodologi, hipotesa, hasil penelitian, kesimpulan, saran, daftar pustaka. Semua itu membentuk mahasiswa untuk berpikir secara sistematis dan metodologis. jadi tidak "ngawur" dan lompat-lompat.

Pendidikan sarjana harusnya mengajarkan khasanah ilmu yang ada sehingga ia menjadi orang yang terdidik. Ia memiliki dan menguasai suatu disiplin atau metoda berpikir di bidangnya. Ia memiliki pemahaman tentang dunia yang lebih tepat. Ia juga bisa belajar bahan dan materi yang lebih sukar. Kemudian ia bisa menerapkan ilmunya untuk persoalan-persoalan yang generik. Artinya jenis persoalan yang memang sudah pernah diajarkan. Di Indonesia, lulusan S1 harus mendapat pendidikan spesifik lanjutan sesuai pekerjaan yang biasa disebut dengan pendidikan pra jabatan yang diselenggarakan oleh pemberi kerja seperti PLN, Telkom dll. Setelah itu, secara berkala, setiap karyawan akan mendapat pendidikan / pelatihan sesuai dengan tingkat beban pekerjaan yang dilakukannya.

Lulusan S1 harus "siap" memasuki dunia kerja yang beragam tapi masih berhubungan dengan bidang studinya.

Lulusan S1 harus mengerti penjelasan atas penyelesaian masalah yang disampaikan lulusan S2, baik secara langsung / lisan atau yang sudah termuat di SOP / Standard Operating Procedure, mampu membaca gambar teknik, untuk diterapkan secara sistematis / step by step untuk dilaksanakan oleh pelaksana dilapangan yang lulusan D3 atau lulusan STM.


S2 / Master.

S2 / master, lebih fokus. Dibandingkan dengan S1 dan D3, S2 lebih fokus dalam jurusannya. Karena itu lulusannya disebut Master. Master of Arts, Master of Business Administration, Master of Fine Arts, Master of Science, Master of Theology, Master of Divinity Science dsb. Mereka harus menguasai bidang yang mereka pelajari. Kali ini mereka tidak mempelajari hal-hal dasar lagi, tapi sudah lebih lanjut. Karena itu, jika anda ingin mengambil S2, harus jelas dan fokus apa maunya. Sebab kalau tidak, anda tidak akan menjadi master dalam bidang anda itu.

S2 lebih ke arah strategis, S1 dan D3 lebih taktis. Jika anda perhatikan ada perbedaan cara berpikir antara lulusan S2 dan S1 ataupun D3. S2 lebih memikirkan hal-hal yang sifatnya strategis dan akibatnya, lebih jauh ke depan. Karena itu lulusan S2 biasanya mendapat pekerjaan dengan posisi yang lebih tinggi, dibandingkan S1 ataupun D3. Lulusan S1 lebih banyak di tingkat taktis, oleh karena itu biasanya mereka berada di lapangan dan mengerjakan hal-hal yang taktis, bukan strategis. Lulusan D3, lebih taktis lagi, biasanya dibagian-bagian lapangan, dan sifatnya praktis.

Dalam ruang kelas pendidikan S2, peserta program master selalu diberi banyak sekali studi kasus / masalah, sesuai bidangnya,  untuk diselesaikan. Sehingga di pekerjaan, mereka cenderung untuk menyelesaikan masalah-masalah. Tentu saja yang di maksud adalah kasus-kasus yang belum pernah terjadi dan belum ada buku panduan untuk menyelesaikannya. Tugas si master inilah untuk membuat buku panduan / SOP / Sistem Operational Procedure / Buku pintar, yang akan jadi panduan bagi tamatan S1, tamatan D3 dan tamatan STM untuk melakukan pekerjaan di lapangan. S1 sendiri bertanggung jawab untuk mempunyai kemampuan membaca gambar teknik atau menerima penjelasan dari master untuk menyelesaikan masalah, kemudian membuat langkah-langkah sistematis yang harus dilakukan pelaksana D3 dan STM untuk menyelesaikan masalah.

Lulusan S2 harus bisa mendesain dan menginovasi solusi baru.

Lulusan S2 harus siap berinovasi dalam profesi.


S3 / Doktor.

PhD adalah jenjang pendidikan untuk peneliti atau orang-orang yang akan mengambil jalur akademis, misalnya menjadi dosen atau guru atau orang bekerja dalam bidang riset seperti LIPI. Seorang doktor diharapkan menghasilkan berbagai penemuan baru melalui penelitian-penelitiannya, karena itu biasanya ukuran keberhasilan mereka adalah makalah yang dipresentasikan dan yang dipublikasikan di berbagai jurnal ilmiah di bidang mereka / di institusi mereka. Doktor / Peneliti adalah orang yang senang mencari kemudian memodifikasi pengetahuan baru. Jadi syarat utama seorang doktor sebenarnya adalah keinginan untuk merenungi, memahami, meneliti, dan menghasilkan suatu inovasi terhadap sebuah objek. Tanpa keinginan untuk meneliti dan menulis, pendidikan doktoral sebenarnya sia-sia.

Para doktor dan mereka yang berpikir seperti doktor seperti Steve Jobs, Bill Gates, Einstein, Newton, Thomas Alfa Edison, akan mempelajari, merenungi dan melakukan penelitian untuk menemukan hal / masalah, yang bagi orang lain sebenarnya masalah itu tidak ada, tapi mereka mempunyai kemampuan untuk "melihat" masalah yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Setelah itu, mereka melakukan usaha, penelitian untuk mencari solusi / jalan keluar dari hal / masalah yang dicoba untuk dilihatnya tadi. Misalnya 100 tahun yang lalu, petani panen padi satu kali setahun. Para doktor atau pemikir ini mencoba melihat masalah dalam objek ini, dalam hal ini, mereka "melihat" kemungkinan petani bisa panen tiga kali panen padi setahun. Dalam tahap ini mereka akan dianggap "gila", karena pada saat itu, panen padi hanya satu kali setahun. Kemudian doktor atau pemikir itu melakukan penelitian, misalnya dengan melakukan rekayasa genetika, menyinari padi dengan sinar radioaktif sehingga gen si padi jadi ber-ubah sehingga pada akhirnya para doktor mempublikasikan cara untuk bisa panen padi tiga kali setahun. Pada tahap ini mereka akan dipuji dan dianggap jenius. Jadi, mungkin saja, "gila" atau "dianggap gila" adalah tanda tanda atau jalan untuk mencapai jenius. Copernicus beberapa abad yang lalu mengatakan bumi itu bulat padahal semua orang pada zamannya mengatakan bahwa bumi ini tidak bulat alias datar. Ini diyakini oleh Colombus dan Colombus bilang bahwa India yang ada di timur, dapat dicapai jika kita berlayar ke barat. Sebelum pemikiran mereka menjadi kenyataan, mereka dianggap gila oleh masyarakatnya, tapi bukankah ia sebenarnya adalah jenius dan berpikir melebihi cara berpikir masyarakat yang hidup di zamannya. Bukankah seorang doktor sudah seharusnya berpikiran jauh, melebihi cara berpikir masyarakat lainnya di zaman-nya ?

Pendidikan doktoral (S3) dimaksudkan untuk menghasilkan peneliti.

Lulusan S3 harus siap meneliti dan mempublikasi pengetahuan baru.

Rabu, 05 November 2014

Cara Mudah Menampilkan Gambar Di Java Netbeans


http://tutorialjavanetbeansmysql.blogspot.com/2012/05/cara-mudah-menampilkan-gambar-di-java.html
http://ri32.files.wordpress.com/2010/11/23.png?w=300&h=245

Langsung saja ya :
1.             Siapkan projek baru di NetBeans misalnya nama projek “gambar”.
2.             Pada folder proyek simpan file-file gambar.http://ri32.files.wordpress.com/2010/11/18.png?w=300&h=156
3.             Sehingga di proyeknya ada file tersebut.http://ri32.files.wordpress.com/2010/11/24.png?w=468
4.             Buat jFrame dan tambahkan sebuah jLabel dan hilangkan textnya.
5.             Klik kanan di jLabel tersebut dan pilih Properties
6.             Pilih bagian ICON
7.             Buka buka, dan cari file gambarny. kemudian klik close.http://ri32.files.wordpress.com/2010/11/34.png?w=246&h=300
8.             Jika berhasil maka gambar akan berada pada jLabel tersebut.
9.             Selesai
Sekian tutorial dari saya. terimakasih telah berkunjung ke blog ri32. semoga bermanfaat :)