Rabu, 29 Agustus 2012

Kesan Saya Mengikuti Pendidikan S1, S2 dan S3 di Jepang



Posted by Anto Satriyo Nugroho pada Februari 12, 2007
Di satu milis, saya pernah membaca pendapat seorang rekan, bahwa studi di Jepang lebih mudah daripada Indonesia, atau sebaliknya. Karena saya tidak pernah mengikuti pendidikan di perguruan tinggi Indonesia , saya tidak dapat membuat perbandingan yang fair antara keduanya. Di Jepang sendiri pola kehidupan riset antara satu laboratorium berlainan satu sama lain. Berbeda bidang keilmuan, juga membuat pola kehidupan riset berbeda. Ada lab. yang menuntut siswa berpola seven-eleven (masuk jam 7 pagi pulang jam 11 malam), tetapi ada juga yang cukup datang ke lab. beberapa kali saja dalam seminggu, karena risetnya bisa dilakukan di rumah, atau bisa dilakukan dengan remote login :D .
Membuat perbandingan yang fair dan make sense memang sulit, karena taihen-tidaknya kehidupan gakusei tidak dapat dinilai semata dari lamanya berada di lab.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk membandingkan satu sama lain, melainkan sekedar kesan pribadi yang saya tulis ulang berdasarkan posting di milis ppi-jepang  saat kami mendiskusikan pendidikan S1, S2 dan S3 di Jepang. Tentunya tulisan ini hanya terbatas pada apa yang saya alami, saya baca dan saya dengar saja, selama mengikuti pendidikan S1 (1991-1995), S2 (1998-2000) dan S3 (2000-2003) di Jepang, pada jurusan Elektro-Komputer Nagoya Institute of Technology . Mungkin saja orang lain memiliki kesan dan pengalaman yang berbeda. Justru kalau ada pengalaman berbeda, saya akan sangat berterima kasih jika dapat ditulis sebagai komentar atas tulisan ini.
  1. S1 (Bachelor)
    1. Mensyaratkan secara mutlak kemampuan bahasa Jepang (JLPT) level 1 (menguasai baca tulis minimal 2000 kanji, bisa mengikuti berita di TV dan surat kabar, bisa membuat laporan dalam bahasa Jepang)
    2. Untuk mendapatkan nilai yang baik di perkuliahan, relatif cukup sulit dibandingkan saat saya mengikuti pendidikan S2. Ujian tulis, laporan, harus dibuat dalam nihonggo. Kalau tidak punya sempai, akan mendapat kesulitan dalam membuat laporan praktikum, karena tidak punya contoh, seperti apa laporan itu harus dibuat. Tips : ikutlah bukatsudou (ekstra kurikuler) agar mendapat teman.
    3. Kesulitan utama mahasiswa asing S1 pada tahun-tahun pertama umumnya sbb.
      1. Tidak mampu membaca tulisan sensei di papan tulis
      2. Tidak mampu menangkap sepenuhnya materi kuliah yang disampaikan secara lisan
      3. Sulit punya teman
      4. Saat ujian, sulit untuk menuliskan jawabannya dalam bahasa Jepang. Pernah ada soal teori olah raga mengenai teknik memenangkan pertandingan Sumo jika kedua atlit-nya sama kuat. Karena kesulitan mencari kata, akhirnya saya tulis penjelasannya dalam bentuk karikatur (komik) dengan kalimat seadanya. Syukurlah Sensei-nya bijaksana, dan memahami karikatur saya :D
    4. Persyaratan SKS untuk lulus relatif lebih sedikit dibanding Indonesia, biasanya sekitar 130. Rata-rata 2 SKS per mata kuliah. Tetapi adakalanya satu mata kuliah hitungan SKS-nya kurang dari 1 (1/2, atau 1/4), misalnya Sports Theory, karena akan disatukan dengan nilai praktek.
    5. Tahun I s/d III mengikuti kuliah, sedangkan tahun IV (tahun terakhir) siswa masuk ke salah satu laboratorium untuk mengerjakan tugas akhir. Di beberapa perguruan tinggi, kadang sudah diarahkan untuk masuk ke suatu laboratorium sejak tingkat II atau III.
    6. Di lab. saya dulu, mahasiswa tingkat IV sekalipun, harus datang tiap hari dan aktif mengikuti kegiatan seminar di lab. Tidak ada bedanya dengan mahasiswa master atau doktor. Seminggu ada sekitar 2 s/d 3 kali seminar, dimana tiap siswa diharuskan melaporkan kemajuan riset yang dilakukan. Sehari minimal 8 jam bekerja di lab. (10.00 s/d 18.00) walaupun dulu banyak juga teman yang bermalam di lab.
    7. Seminar di lab. kami  sebanyak 3 kali seminggu hingga menjelang liburan musim panas. Sesudah itu, hanya 1 kali seminggu, yaitu kentoukai, hingga bulan Maret.
      1. UNIX Zemi : tiap siswa diberi tugas untuk belajar UNIX (UNIX commands, awk, sed, LaTeX, emacs, vi, dsb), dan membuat manual/panduan untuk diajarkan ke anggota lab. yang lain. Zemi ini diselenggarakan sekali tiap minggu hingga akhir Juli, dan kumpulan panduan-nya (kami sebut UNI-BON maksudnya UNIX no hon atau buku UNIX) dijilid dan dibagikan ke tiap siswa. Setelah zemi ini selesai, diharapkan kami semua dapat memakai UNIX untuk keperluan riset. PC di lab. kami memakai SunOS, Solaris dan FreeBSD. Saat S1 dulu saya dapat tugas membahas B-Shell (Borne Shell).
      2. Rinkoh (輪講) : tiap siswa diberi tugas membuat resume satu materi yang berkaitan dengan riset yang dilakukan untuk dipresentasikan dan didiskusikan. Materi ini biasanya adalah teori dasar yang harus difahami sebelum mengerjakan riset tugas akhir. Misalnya untuk Neuro-Group, materi yang dibahas adalah Neuron (shinkei saibou), Perceptron, BackPropagation, Hopfield Neural Network, Self Organizing Feature Map, CombNET, Neocognitron, Vision (bukunya D.Marr) , DP Matching, dsb. Sebagaimana UNIX Zemi, kegiatan rinkoh di lab. kami biasanya selesai pada bulan Juli, menjelang liburan musim panas.
      3. Kentoukai (検討会) : tiap siswa diharuskan mempresentasikan kemajuan riset yang dilakukan. Yang harus kami perhatikan saat itu adalah: kewajiban kuliah, maupun kewajiban presentasi pada dua zemi yang lain (rinkoh & unix zemi) tidak dapat dipakai sebagai alasan untuk tidak sempat melakukan riset. Riset adalah kewajiban yang tetap harus dilakukan walaupun ada tugas-tugas kuliah dan presentasi zemi yang lain.
    8. Tugas akhir S1 biasanya membantu penelitian sempai atau sensei. Ada juga tema yang dikerjakan secara kolektif (dibagi-bagi beberapa orang), tetapi di jurusan informatika biasanya tiap orang 1 tema riset. Tema yang kolektif sepintas “menyenangkan” karena bekerja dalam satu tim, tetapi kalau ada satu anak yang malas dan jarang masuk akan membuat pekerjaan jadi tidak lancar.
    9. Chuukan Happyo (中間発表) semacam mid-presentasi, yang diselenggarakan pada bulan Desember. Kami diminta untuk mempresentasikan kemajuan riset yang dilakukan di depan semua group penelitian di lab. Presentasi ini walaupun hanya untuk internal laboratorium, tetapi sifatnya formal dan benar-benar diuji (atau tepatnya dibantai :D ). Penelitian ditargetkan sudah selesai 90%. Presentasi yang tidak memuaskan sensei akan kena teguran keras.
    10. Thesis S1 umumnya harus ditulis dalam bahasa Jepang. Thesis di Jepang biasanya relatif singkat, kadang ada thesis yang hanya sekitar 40 halaman. Evaluasi kelulusan ditentukan bukan berdasar bagus tidaknya sebuah thesis, tetapi dievaluasi berdasarkan kemajuan penelitian selama setahun yang senantiasa dimonitor dari minggu ke minggu. Kalau sensei menilai siswa tidak layak diluluskan, ybs. tidak akan diijinkan menulis thesis maupun presentasi tugas akhir.
    11. Presentasi tugas akhir kalau di jur. teknik, biasanya sekitar 10 menit (7 menit presentasi + 3 menit tanya jawab). Tetapi di beberapa jurusan tertentu, banyak yg tidak mengharuskan presentasi tugas akhir. Ada juga yang 3 menit + 1 menit. Kata seorang dai-senseipenelitian yg baik adalah yg bisa dipresentasikan dalam waktu 3 menit (^^; Sebelum hari presentasi, urutan slide, kata-kata yang diucapkan akan dievaluasi oleh seluruh anggota lab. Tiap siswa diminta untuk berlatih presentasi dengan timer, agar waktu 7 menit itu bisa berjalan efektif.
    12. Tips presentasi klik di sini
    13. Tugas Akhir dilakukan bukan untuk tujuan kelulusan semata ! Walaupun sudah selesai melakukan presentasi tugas akhir, bukan berarti riset dan kehidupan di lab. selesai. Riset tetap berlangsung hingga bulan Maret. Saya dulu tetap melakukan riset hingga saat berpamitan ke sensei untuk pulang ke Indonesia.
    14. Setelah presentasi berakhir, lab. mengadakan pesta syukuran internal lab. yang biasa kami sebut “Sotsuron-Shuuron HappyouUchi Age” (卒論・修論発表打ち上げ). Dalam pesta ini Sensei akan mengumumkan secara informal hasil penilaian akhir terhadap mahasiswanya. Biasanya semua yang diperbolehkan presentasi tugas akhir adalah dianggap layak lulus. Kalau sensei menganggap seseorang tidak layak lulus, mahasiswa tsb. tidak diperkenankan menulis tugas akhir (lihat No.10 di atas).
    15. Wisuda S1 di Jepang tidak terlalu mengesankan dibanding saat di Indonesia. Kami hanya mendengarkan pidato saja, dan kemudian kembali ke lab. Ijazah dibagikan di lab. Ada juga teman saya yang tidak mengikuti wisuda yang katanya membosankan :D , dan memilih main ke Nagoya (Shindu-kun..oboeteru kai ?) . Dekorasi panggung di Jepang untuk acara wisuda, penerimaan mahasiswa baru, maupun acara lain biasanya sederhana seperti pada foto di bawah. Pakaian yang dipakai oleh wisudawan/wati jas formal biasa saja, tapi boleh juga memakai kimono/hakama.
       
      Nyuugaku-shiki (Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 2000)
  2. S2 (Master)
    1. Mahasiswa S2 dianggap lebih “dewasa”, dan telah memiliki pengalaman riset, karena itu sistem perkuliahan biasanya dalam bentuk diskusi, rinkoh (baca paper & presentasi), debat, dsb.
    2. Kemampuan nihonggo mungkin level 3 JLPT sudah cukup, dan thesis biasanya diperbolehkan ditulis dalam bahasa Inggris
    3. Kalau di lab. saya dulu, tahun I adalah diarahkan untuk membiasakan membaca paper, dan mencari tema. Sedangkan tahun ke-II full konsentrasi pada riset.
    4. Titik berat evaluasi seorang mhs. S2 adalah risetnya, bukan pada nilai kuliahnya. Saat saya mengikuti program S2, nilai kuliah jauh lebih mudah diperoleh daripada saat masih di S1. Tapi sebagus apa pun nilai kuliahnya (walau semua nilai kuliah A sekalipun), tidak akan ada manfaatnya jika riset tidak berhasil dengan baik. Kelulusan ditentukan dari riset yang dilakukan
    5. Saat master tahun kedua, ada keharusan untuk mempresentasikan penelitian pada chuukan happyo sebagaimana saat S1.
    6. Sering ada keharusan agar mahasiswa S2 pernah mempresentasikan hasil studinya di kenkyukai (domestic conference)
    7. Presentasi akhir di tempat saya dulu 20 menit presentasi + 10 menit tanya jawab.
    8. Disertasi & publikasi saya tulis dalam bahasa Inggris, agar dapat dibaca oleh semua orang. Kalau ditulis dalam bahasa Jepang, hanya akan dapat dibaca oleh orang Jepang atau mereka yang menguasai bahasa Jepang saja. Tetapi presentasi tetap saya lakukan dalam bahasa Jepang.
    9. Wisuda S2 sama halnya dengan S1, hanya mendengarkan pidato, pembagian hadiah bagi yang berprestasi baik. Ijazah di bagikan di tiap jurusan secara sederhana saja, bukan secara formal.

      Wisuda 25 Maret 2003
  3. S3 (Doctoral)
    1. Waktu untuk riset praktis hanya sekitar 2 tahun, karena tahun ke-3 akan disibukkan dg penulisan disertasi & mengurus syarat-syarat administratif
    2. Biasanya tidak ada lagi kewajiban mengikuti kuliah. Dulu saya tiga tahun full riset, tidak ada kuliah yang harus diambil. Tetapi di beberapa perguruan tinggi (bukan jurusan elektro) ada juga yang mewajibkan siswa S3 untuk mengikuti beberapa mata kuliah.
    3. Mahasiswa S3 harus mandiri mengerjakan riset, termasuk dalam mencari tema.
    4. Biasanya kami datang pagi-pagi sekitar pk.08.00 dan pulang malam sekitar pk.21.00. Tetapi sering juga melewatkan malam di kampus, karena suasana malam hari lebih mudah konsentrasi. Beberapa teman di jurusan biologi kadang sampai dini hari melakukan riset di kampus, karena obyek risetnya makhluk hidup yang kadang harus terus menerus diamati. Pernah juga saya dengar teman yang berhari-hari menginap di kampus untuk melakukan riset. Biasanya teman-teman yang risetnya memakai peralatan praktikum (biologi, material science, elektro, dsb) rata-rata membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk bekerja di kampus.
    5. Tidak ada perbedaan hari biasa, hari Sabtu, hari Minggu, siang atau malam. Sabtu, Minggu atau hari libur bukan berarti libur dari riset. Tentukan waktu istirahat menyesuaikan perkembangan riset yg dilakukan.
    6. Saat S3, dalam seminar rutin di lab. saya membiasakan untuk membuat slide dalam bahasa Inggris, sedangkan presentasinya dalam bahasa Jepang. Mengapa demikian ? Presentasi tujuannya adalah mengkomunikasikan ide dari seseorang kepada pendengarnya. Karena itu pemilihan bahasa, pemilihan kata, dan cara penyajian perlu diusahakan agar sesuai dengan karakteristik pendengarnya. Banyak mahasiswa Jepang yang sulit mengikuti presentasi dalam bahasa Inggris, sehingga saya memakai bahasa Jepang untuk presentasi. Tetapi kalau semua disampaikan memakai bahasa Jepang, foreign students di lab. saya tidak bisa mengikuti. Akibatnya saya tidak akan mendapat pertanyaan atau masukan. Tidak ada pertanyaan, komentar atau kritikan berarti suatu kegagalan ! Karena itu slide saya buat dalam bahasa Inggris, dan presentasi oral dengan bahasa Jepang. Dengan kombinasi ini, saya berharap agar materi presentasi saya bisa diikuti baik oleh teman Jepang maupun non-Jepang. Selain itu ini juga latihan bagi saya sendiri, agar tidak terpaku membaca kalimat yang tertulis pada slide, melainkan cukup menangkap idenya dan sampaikan dengan bahasa sendiri. Slide cukup memuat gambar dan kata-kata kunci.
    7. Syarat kelulusan S3 berbeda-beda tergantung sensei, bidang dan konvensi yg berlaku di jurusan ybs. Ada yg mensyaratkan 1 jurnal paper, ada yg mensyaratkan 2, 3 dst. Tetapi ada juga yg tidak mensyaratkan hal tsb. di atas.
    8. Penting untuk menjaga hubungan dan kepercayaan dengan sensei. Saya dulu dapat tips: “anggaplah sensei itu calon ayah mertuamu” :D
    9. Karena sensei saya sangat sibuk, dalam konsultasi saya usahakan agar bisa efektif walaupun waktu konsultasinya singkat. Untuk itu saya siapkan barang 1 s/d 2 lembar slide, untuk bahan cerita. Slide dibuat agar bisa difahami dalam waktu singkat:
      1. Isi slide lebih kurang sbb.
        1. Formulasi masalah yang sedang dikerjakan dan latar belakangnya
        2. Masalah apa yang sedang dihadapi ?
        3. Rencana ke depan (Future work)
      2. Slide dibuat mengikuti prinsip KISS  (Keep It Simple, Stupid), agar sensei bisa cepat menangkap inti dari pekerjaan saya dan bisa segera memberikan masukan yang jitu
    10. Walau sangat jarang, tapi saya pernah dengar seorang sempai yg tidak boleh mempublikasikan risetnya karena riset yang dilakukan masuk kategori rahasia perusahaan. Sempai itu tetap lulus S3, karena kemampuannya sebagai peneliti diakui, walaupun ybs. tidak memiliki publikasi.
    11. Presentasi S3 biasanya lebih panjang daripada saat S1 dan S2. Presentasi saya dulu dijatahkan 1 jam, sudah termasuk tanya jawab. Presentasi dilakukan dua kali, yaitu sidang tertutup di depan professor-professor penguji dan pada sidang terbuka. Di beberapa perguruan tinggi kadang ada yang hanya satu kali saja, yaitu public defense.
    12. Sama halnya dengan saat S1 maupun S2, riset tetap dilanjutkan walau defense sudah selesai & sudah dinyatakan lulus. Riset bukan untuk kelulusan semata. Saat itu saya masih diminta mempresentasikan kemajuan riset yang dilakukan dalam meeting dengan perusahaan partner kolaborasi kami, padahal esoknya saya berangkat pulang ke Indonesia. Sepertinya ini memang sudah menjadi budaya kampus di Jepang
    13. Saya memperoleh dua versi Ijazah. Dalam ijazah bahasa Jepang, gelar akademik yang saya terima adalah “Hakase (kougaku)”, yang kalau diterjemahkan menjadi Doctor of Engineering sebagaimana tertulis di ijazah versi bahasa Inggris. Tetapi ada juga rekan yang sebelum lulus diberi kesempatan memilih gelar versi bahasa Inggrisnya, apakah Doctor of Science, PhD, atau sebutan yang lain. Jadi sama-sama lulusan Jepang, bisa saja gelar akademiknya yang dipakai berlainan. Menurut informasi, gelar PhD biasanya dari Amerika, sedangkan Doktor berasal dari Eropa. Yang unik, di Jepang sendiri pernah ada perubahan aturan penulisan gelar. Lulusan Jepang sampai sebelum th.91, gelar yg diberikan untuk jurusan teknik adalah 工学博士 (baca: kougaku hakase). Tetapi sejak tahun 91, sesuai dengan aturan terbaru mengenai gelar akademik , aturan penulisannya diubah menjadi 博士(工学). Kalau diperhatikan riwayat pendidikan sensei-sensei lama, biasanya gelarnya tertulis 工学博士, sedangkan sensei yang masih muda (lulus doktor setelah tahun 1991) gelarnya tertulis 博士(工学). Kalau di rigakubu (jurusan sains), gelarnya 博士(理学)
    14. Di kampus saya, wisudawan S3 dipanggil satu per satu ke panggung dan diberi ijazah. Setelah itu khusus wisudawan S3 dan keluarganya dikumpulkan dalam satu ruangan, dan kami diajak kampai (party) bersama rektor.
    15. Tradisi pakaian saat wisuda di Jepang adalah mengenakan jas formal atau kimono. Tidak ada kebiasaan mengenakan toga. Tetapi , saat akan wisuda doktoral tahun 2003, saya mendapat tawaran untuk memakai toga. Saat membaca email pak Doni di milis ppi-jepang, ternyata di Tokyo University wisuda juga boleh memakai toga, sejak tahun 2003. Saya tidak tahu apakah memang ada edaran khusus dari pemerintah (Monbukagakusho), sehingga waktunya bisa bersamaan. Yang jelas saya nggak memakai toga, melainkan jas sama dengan yang saya pakai juga di saat wisuda S1(’95), S2 (2000), saat akad nikah (2000) dan saat membawa jenazah anak saya ke Indonesia (2001). Belakangan baru tahu kalau di jas saya ada tulisan “regret man” :D
Catatan Tambahan :
  1. Apa yang membedakan persyaratan riset yang dilakukan untuk memperoleh degree S1, S2 dan S3 di Jepang ? Ada berbagai macam pendapat yang pernah saya dengar, sbb.
    1. Hakuraku Sensei menuliskan di bukunya  bahwa degree S1 itu sanka-shou (参加賞: tanda penghargaan keikutsertaan), degree S2 itu douryoku-shou (動力賞: tandapenghargaan atas kerja keras yang dilakukan), degree S3 adalah tahap pertama kemampuan seseorang diakui sebagai peneliti (semacam KTP). Hal yang sama pernah saya dengar dari sensei di lab.
    2. Fujiwara Sensei, dosen saya saat kuliah dulu pernah menyampaikan di kelas sbb.: S2 itu tugasnya menyelesaikan masalah yg tidak dapat dipecahkan (解けない問題を解く). S3 itu tugasnya membuat masalah yg tidak bisa dipecahkan (解けない問題を創る)
  2. Hakuraku Sensei berlatar belakang pendidikan biologi Nagoya Daigaku, sedangkan Fujiwara Sensei dari bidang elektro. Jadi pendapat yang beliau utarakan dimaksudkan untuk jurusan rikougakubu (science & engineering). Saya belum temukan kriteria untuk Social Science.
  3. Pendidikan S3 yang saya ikuti adalah 課程博士 (baca: katei hakase), yaitu mengikuti program formal selama 3 tahun. Selain lewat program formal, di Jepang gelar doktor bisa diperoleh tanpa mengikuti pendidikan formal melainkan by paper atau disebut 論文博士 (baca: ronbun hakase). Untuk ronbun hakase, syarat jurnalnya lebih banyak daripada katei hakase, yaitu sekitar 5 buah. Biasanya yang mengambil ronbun hakase ini adalah peneliti dari perusahaan, yang tidak mungkin menyisihkan waktu untuk mengikuti katei hakase karena harus datang ke kampus. Kalau tidak salah, di buku Hakuroku sensei saya baca ronbun hakase ini adalah upaya Jepang untuk mengejar ketertinggalannya dalam rasio jumlah doktor dibandingkan dengan negara maju yg lain (AS).
  4. Teknis penyelenggaraan seminar internal lab. berbeda-beda untuk tiap laboratorium. Ada juga lab. yang menyelenggarakan seminar/diskusi itu di malam hari, pk.19.00 dan selesai dini hari esoknya sekitar pk.02.00 am
  5. Dr.Arief B. Witarto juga pernah menuliskan pengalamannya di berita iptek (1 , 2 ).

Selasa, 07 Agustus 2012


Laurence Brown: Yesus Kabarkan Kerasulan Muhammad SAW

Selasa, 07 Agustus 2012, 06:16 WIB
wordpress
  
Laurence Brown: Yesus Kabarkan Kerasulan Muhammad SAW
Laurence Brown
REPUBLIKA.CO.ID, Ketika dua orang mengajarkan dua hal yang saling bertentangan, seseorang harus memilih yang mana yang harus diikuti. Laurence Brown lebih mempercayai Yesus dibandingkan Paulus.
 
‘’Menurut Yesus Tuhan adalah satu, sedangkan Paulus menganggap Tuhan itu tiga,’’ ujar Laurence. Yesus juga mengatakan bahwa Perjanjian Lama dapat dipakai, sementara Paulus mengatakan sebaliknya. Hal inilah yang membuat Laurence memutuskan untuk mempercayai Yesus.

Laurence tinggal di lingkungan yang masyarakatnya banyak menganut Kristen. Mereka sangat dekat dengan kekristenan, namun tidak benar-benar memahami tentang keimanan itu sendiri dan mereka tidak benar-benar menganut keyakinan tersebut.

Kebanyakan masyarakat Amerika memiliki keyakinan terhadap agama. Namun mereka tidak benar-benar bisa menerima agama yang diajarkan di gereja tersebut secara utuh. Mereka sangat beruntung karena mempercayai adanya Tuhan dan nabi-nabinya. Mereka dapat melihat kebenaran di dalam pengajaran Alkitab.

Namun ketika mereka sampai kepada pengajaran tentang keimanan, satu dua fakta yang diajarkan mungkin masih dapat diterima. Begitu hal lain tidak dapat mereka terima.

Lalu mulailah mereka mencari kebenaran yang tidak dapat mereka temukan di dalam Kristen. “Dan itulah yang saya lakukan ketika akhirnya saya menemukannya di dalam Islam,“ katanya dalam acara The Deen Show.

Ketika mencari kebenaran di dalam Kristen, ia mempercayai nabi-nabi seperti Musa dan Yesus yang mengajarkan kebenaran kepada umat-umat mereka. Musa berkata pada umatnya bahwa akan ada tiga nabi yang harus diikuti oleh mereka setelah dirinya. Yohanes Pembaptis (Yahya) adalah yang pertama, Lalu Yesus dihitung sebagai yang kedua. Yesus pun mengatakan akan ada nabi berikutnya setelah dirinya, yang merupakan nabi terakhir.

Laurence bertanya-tanya, siapakah satu nabi lain yang dibicarakan oleh Musa dan Yesus ini? Ketika mempelajari Islam, ia menemukan jawabannya. Muhammad SAW adalah nabi yang dikatakan oleh kedua nabi sebelumnya. Ia akan membawa kesempurnaan bagi agama yang selama ini diturunkan Musa dan Yesus kepada umat-umatnya.

Di Barat banyak sekali orang-orang yang berkomentar miring tentang Islam. Islam dipandang sebagai agama teroris yang akan menghancurkan sekelompok masyarakat. “Akan tetapi jika kita mempelajari Islam yang sebenarnya secara mendalam, lalu hidup di antara Muslim lainnya, kita akan menemukan Islam sebagai agama yang indah,“ tambahnya.

Banyak orang jahat di dunia ini, ujar Laurence, namun yang sebenarnya adalah setiap orang menginginkan kebaikan. Setiap orang ingin tidur dengan tenang setiap malam, bangun setiap pagi dengan keyakinan mereka akan melakukan kegiatan sehari-hari tanpa ketakutan, dan mereka ingin memiliki hidup normal. 

“Kehidupan dalam Islam adalah kehidupan dalam kesopanan, kesederhanaan, dan kerendahan hati. Dan menurut saya begitulah seharusnya setiap manusia memaknai hidupnya.“ 

Redaktur: Heri Ruslan
Reporter: Friska Yolandha